PENGEMBANGAN
BAHAN AJAR
A. PENDAHULUAN
Kualitas suatu program pendidikan
dan latihan dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya kualitas bahan ajar,
widyaiswara, sarana prasarana, lingkungan dan lain sebagainya. Bahan ajar sebagai salah satu alat bantu
dalam kegiatan pembelajaran dalam pemenuhannya harus sesuai dengan kompetensi
yang diinginkan, tanpa pemahaman terhadap hal tersebut maka siapapun yang akan
mengembangkan bahan ajar akan mengalami kesulitan.
Kegiatan
pengembangan bahan ajar adalah kegiatan akademik yang dapat dilakukan sendiri
oleh widyaiswara. Bahan ajar ini sebagai pendukung dalam proses pendidikan dan
latihan yang dilaksanakan. Pengembangan bahan ajar dilakukan berdasarkan suatu
proses yang sistematik agar kesahihan dan keterpercayaan bahan ajar dapat
dijamin. Ada beberapa faktor yang dapat berpengaruh terhadap kualitas bahan
ajar dan harus selalu diperhatikan dalam proses pengembangan bahan ajar,
yaitu isi, cakupan, keterbacaan, bahasa, ilustrasi, perwajahan dan pengemasan.
Kualitas bahan ajar sangat tergantung pada ketepatan dalam memperhitungkan
faktor-faktor tersebut dalam pengembangan bahan ajar.
Pengembangan
bahan ajar yang sistematis dimulai dari proses perancangan dan pengembangannya
dapat berupa aktivitas mengembangkan sendiri, atau menggunakan bahan ajar yang
sudah ada, sampai pada uji coba bahan ajar. Pengetahuan terhadap faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap kualitas hasil perlu dipertimbangkan dalam
pengembangan bahan ajar dan prosedur pengembangan bahan ajar yang sistematik
juga diperlukan.
B. TUJUAN
Dengan mempelajari pengembangan
bahan ajar ini diharapkan peserta dapat:
1. Mengidentifikasi
faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam pengembangan bahan ajar
2. Menganalisis
prosedur pengembangan bahan ajar.
C. FAKTOR-FAKTOR YANG DIPERTIMBANGKAN DALAM PENGEMBANGAN
BAHAN AJAR
Bahan ajar
mempunyai peran penting dalam proses pembelajaran, yaitu acuan yang digunakan
oleh penatar atau petatar. Bagi petatar bahan ajar menjadi acuan yang diserap
isinya sehingga dapat menjadi pengetahuan dan bagi penatar bahan ajar ini
menjadi acuan dalam menyampaikan keilmuannya.
Pengembangan
bahan ajar oleh penatar membutuhkan kreativitas untuk membuat sesuatu yang
lain, unik, juga membutuhkan pengetahuan tentang lingkungan sekitarnya agar
bahan ajar yang dikembangkan sesuai dengan ketersediaan bahan/materi di
sekitarnya. Di samping itu penatar juga harus memiliki pengetahuan tentang
beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan bahan ajar
seperti kecermatan isi, ketepatan cakupan, ketercernaan, penggunaan bahasa,
ilustrasi, perwajahan/pengemasan serta kelengkapan komponen bahan ajar.
1. Kecermatan
Isi
Kecermatan isi adalah
validitas/kesahihan isi atau kebenaran ini secara keilmuan, dan keselarasan
isi. Atau kebenaran isi berdasrkan sistem nilai yang dianut oleh suatu
masyarakat atau bangsa. Validitas
isi menunjukkan
bahwa isi bahan ajar tidak dikembangkan secara asal-asalan. Isi bahan ajar
dikembangkan berdasarkan konsep dan teori yang berlaku dalam bidang ilmu serta
sesuai dengan kemutakhiran perkembangan bidangf ilmu dan hasil penelitian
empiris yang dilakukan dalam bidang ilmu tersebut. Dengan demikian isi bahan
ajar dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, benar dari segi keilmuan. Validitas isi sangat penting untuk
diperhatikan sehingga bahan ajar tidak menyebarkan kesalahan-kesalahan konsep,
atau “miskonsepsi” yang dapat dibawa petatar ke daerah masing-masing.
Untuk dapat
menjaga validitas isi, dalam pengembangan bahan ajar, petatar harus selalu
menggunakan buku acuan atau bahan pustaka yang berisi hasil-hasil penelitian
empiris, teori dan konsep yang berlaku dalam suatu bidang ilmu, serta
perkembangan mutakhir suatu bidang ilmu. Teori dan konsep yang berlaku dalam suatu
bidang ilmu dapat diperoleh di ensiklopedi ataupun buku teks bidang ilmu.
Sementara hasil penelitian empiris dan perkembangan mutakhir suatu bidang ilmu
dapat diperoleh dari berbagai jurnal penelitian yang tercetak ataupun jurnal
elektronik.
Dalam rangka
mengkaitkan bahan ajar dengan lingkungan sekitarnya serta wawasan budaya,
petatar dapat mengkaji dulu kemungkinan dan ketersediaan bahan di lingkungan
sekitar dan budaya lokal yang dapat digunakan untuk menjadi bahan ajar bagi
suatu topik tertentu dari bidang suatu ilmu. Dari kemungkinan dan ketersediaan
tersebut, petatar kemudian perlu mengaitkan dengan landasan teori dan konsep
yang berlaku dalam bidang ilmu.jika dimungkinkan dapat mengaitkan dengan hasil
penelitian empiris sehingga akan menghasilkan suatu paduan dari teori dan
konsep yang sahih tetapi relevan dengan lingkunhgan dan budaya lokal. Dengan
demikian dapat diperoleh bahan ajar yang sahih isinya , akrab lingkungan dan
berwawasan budaya dan tidak mengandung “miskonsepsi”
Keselerasan
isi berarti kesesuaian isi bahan ajar dengan sistem nilai dan falsafah hidup
yang berlaku dalam negara dan masyarakat. Ada sistem nilai masyarakat yang
perlu diakomodasikan dalam bahan ajar. Bahkan bahan ajar menjadi sarana untuk
penyampaian sistem nilai tersebut dan pembelajaran merupakan upaya pelestarian
sistem nilai tersebut. Dengan demikian jika ada bahan ajar yang mengabaikan
sistem nilai tersebut merupakan bahan ajar yang tidak tepat.
2. Ketepatan Cakupan
Kecermatan isi berfokus pada
kebenaran isi secara keilmuan dan sistem nilai yang berlaku di masyarakat. Maka
ketepatan cakupan berhubungan dengan isi bahan ajar dari sisi keluasan dan
kedalaman isi atau materi serta keutuhan konsep berdasarkan bidang ilmu.
Keluasan dan kedalaman isi bahan
ajar sangat berhubungan dengan keutuhan konsep berdasarkan bidang ilmu. Dalam
hal ini seberapa banyak atau luas suatu topik yang akan disasjikan? Seberapa
dalam suatu topik yang perlu dibahas? Bagaimana keutuhan konsep yang disajikan?
Banyak pertimbangan yang perlu diperhatikan. dalam menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut, antara lain yang paling utama adalah tujuan
pembelajaran. Setiap penatar pasti mempunyai tujuan pembelajaran dari mata
tatarnya. Lihatlah tujuan tersebut, kemudian berlandaskan pada tujuan tersebut
dapat menentukan seberapa luas, dalam, dan utuh topik yang akan disajikan
kepada petatar. Kemudian kembangkanlah bahan ajar – materi pokok dan
komponennya berdasarkan pada materi yang telah ditentukan tersebut. Tentunya,
tujuan pembelajaran atau topik tertentu di sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
akan berbeda dengan tujuan pembelajaran atau topik yang sama di Sekolah
Menengah Umum. Dalam hal ini, keluasan maupun kedalamannya akan berbeda,
sehingga bahan ajarnya pun memiliki keluasan dan kedalaman yang berbeda.
3.
Ketercernaan
Bahan Ajar
Bahan ajar, menggunakan media
apapun, harus memiliki tingkat ketercernaan yang tinggi. Artinya bahan ajar
dapat dipahami dan isinya dapat dimengerti oleh peserta dengan mudah. Ada enam
hal yang mendukung tingkat ketercernaan bahan ajar, sebagai berikut.
a. Pemaparan yang logis
Bahan ajar dipaparkan secara logis,
misalnya mulai dari yang umum ke yang khusus atau sebaliknya (deduktif atau
induktif), dari yang mudah ke yang sukar, atau dari yang inti ke yang
pendukung. Dengan demikian, peserta dapat dengan mudah mengikuti pemaparan, dan
dapat segera mengkaitkan pemaparan tersebut dengan informasi sebelumnya yang
sudah dimilikinya. Bahan ajar yang dipaparkan secara tidak logis akan
menyulitkan peserta belajar. Logika penyajian ini merupakan alat bantu yang
menjelaskan hubungan antar topik atau konsep dalam bahan ajar. Dengan demikian,
informasi yang diterima oleh peserta akan saling terkait, dan bahkan dapat
dikaitkan dengan informasi yang sudah dimiliki sebelumnya, tidak terkotak-kotak
satu sama lain. Logika pemaparan ini dapat diperkenalkan kepada peserta untuk
mengembangkan pola pikir atau penalaran yang sistematis.
b. Penyajian materi
yang runtut
Bahan ajar disajikan secara
sistematis, tidak meloncat-loncat. Keterkaitan antar materi/topik dijelaskan
dengan cermat, kemudian setiap topik disajikan secara sistematis dengan
strategi penyajian uraian, contoh dan latihan, atau contoh, latihan, penyajian
uraian, atau penyajian uraian, latihan, contoh (PCL – CLP – PLC). Urutan strategi
penyajian dapat berubah-ubah sehingga tidak membosankan, namun setiap bagian
perlu diberi penjelasan yang memadai sehingga tidak membingungkan peserta.
Keruntutan penyajian isi bahan ajar mempermudah peserta dalam belajar, dan juga
menuntun peserta untuk terbiasa berpikir runtut.
c. Contoh dan ilustrasi
yang memudahkan pemahaman
Untuk menyajikan suatu topik dan
memaparkan suatu pokok bahasan diperlukan contoh dan ilustrasi yang dapat
membantu dan mempermudah pemahaman peserta. Dalam penyajian topik atau konsep
yang bersifat abstrak, contoh dan ilustrasi memiliki peran yang sangat penting.
Misalnya, dalam menjelaskan rumus molekul senyawa ion dalam topik Valensi mata
pelajaran Kimia di SMU, guru tidak dapat hanya mengandalkan deskripsi verbal
secara lisan maupun tertulis. Untuk menjelaskan rumus tersebut diperlukan alat
peraga yang dapat menggambarkan rumus molekul senyawa ion tersebut. Guru dapat
membuat lingkaran, bulatan, dan kubus valensi dari karton, dilengkapi dengan
Lembar Kerja Peserta (LKS) yang berbentuk tertulis. Melalui karton-karton
tersebut, peserta akan dapat bermain sesuai petunjuk dalam LKS, untuk
membuat/menemukan rumus molekul senyawa ion (Rinaldy, 2000).
Contoh dan ilustrasi dapat
dikembangkan dalam beragam bentuk, tercetak-narasi sebagai bagian dari
penyajian isi bahan ajar dalam materi pokok yang berbentuk cetak, poster,
kartu-kartu (flipchart), atau dalam bentuk noncetak, seperti video,
audio, simulasi berbantuan atau juga dalam bentuk realita, model, atau bahan
sesungguhnya untuk didemonstrasikan kepada peserta. Prinsip utama dalam
pemilihan contoh dan ilustrasi adalah ketepatan contoh dan ilustrasi untuk
memperjelas teori atau konsep yang dijelaskan (bukan malah membuat peserta
semakin bingung), serta menarik dan bermanfaat bagi peserta. Dalam beberapa
kasus, diperlukan juga contoh dan ilustrasi yang paling mutakhir, sehingga
perlu mencarinya dan sumber-sumber mutakhir seperti majalah, Koran, ataupun
dari situs-situs di internet.
d. Alat bantu yang
memudahkan
Bahan ajar perlu memiliki alat
bantu yang dapat mempermudah peserta dalam mempelajari bahan ajar tersebut,
yang dikenal dengan nama Mnemonic Devices (alat Bantu mengingat atau belajar).
Dalam bahan ajar cetak, alat bantu
dapat berupa rangkuman untuk setiap bab, penomoran, judul bab yang jelas, serta
tanda-tanda khusus, misalnya tanda tanya yang menandakan pertanyaan. Dalam
bahan ajar noncetak, alat bantu juga dapat berupa rangkuman, petunjuk belajar
bagi peserta, serta tanda-tanda khusus yang dapat diberlakukan serta dapat
membantu peserta belajar, misalnya nada suara yang berbeda dalam kaset audio,
atau caption dalam program video. Yang perlu Anda perhatikan dalam
menggunakan alat bantu bahan ajar adalah prinsip konsistensi, artinya alat
Bantu yang simbol atau bentuknya sama harus digunakan dengan arti yang sama di
semua isi bahan ajar untuk mata pelajaran tertentu. Jadi, alat bantu yang
simbolnya atau bentuknya sama hendaknya tidak digunakan untuk arti yang
berbeda-beda dalam satu bahan ajar yang sama. Misalnya, gambar “tangan yang sedang
menulis” digunakan untuk arti “Latihan” yang harus dikerjakan oleh peserta
secara tertulis. Hendaknya gambar yang sama jangan digunakan untuk arti yang
lain,
e. Format yang tertib
dan konsisten
Bahan ajar perlu memelihara
ketertiban dan konsistensi agar mudah dikenali, diingat, dan dipelajari oleh
peserta. Misalnya, jika guru menggunakan kertas merah untuk lembar kerja
peserta, maka seterusnya gunakanlah warna kertas merah untuk LKS, jangan
gunakan warna merah untuk komponen lain dalam bahan ajar. Dengan demikian,
setiap kali peserta melihat warna kertas merah, maka peserta akan menandai
sebagai LKS.
Dalam bahan ajar cetak, konsistensi
istilah sangat diperlukan sehingga peserta tidak menggunakan berbagai istilah
secara rancu. Dalam bahan ajar audio, intonasi suara dapat digunakan sebagai
tanda atau format untuk berhenti, mengulang, atau meneruskan pembelajaran.
Dalam bahan ajar video, clip video yang berupa grafik, atau penyajian langsung
dapat digunakan sebagai tanda dari rangkuman, tanda perintah berhenti,
mengulang, atau meneruskan pembelajaran. Dalam hal ini, petatar diharapkan
kreatif untuk menciptakan tanda-tanda dan formal khusus yang digunakan secara
konsisten untuk mempermudah peserta belajar.
f. Penjelasan tentang
relevansi dan manfaat bahan ajar
Dalam bahan ajar perlu ada
penjelasan tentang manfaat dan kegunaan bahan ajar dalam mata tataran. Bahan
ajar dapat berperan sebagai bahan utama yang akan digunakan dalam pembelajaran
di kelas, atau sebagai alat bantu peserta belajar mandiri di rumah (buku kerja,
paket kerja mandiri), atau juga sebagai alat bantu peserta belajar dalam
kelompok. Peran ini perlu dijelaskan kepada peserta dengan cermat, sehingga
peserta dapat menggunakan bahan ajar dengan jelas.
Di samping itu, bahan ajar juga
perlu menjelaskan keterkaitan antara topik yang dibahas dalam bahan ajar dengan
topik-topik dalam mata pelajaran lainnya. Dengan demikian, peserta dapat
melihat keterkaitan topik bahan ajar dengan topik lain, dan tidak terkesan
bahwa masing-masing topik adalah berdiri sendiri-sendiri.
4. Penggunaan
Bahasa
Dalam mengembangkan bahan ajar,
penggunaan bahasa menjadi salah satu faktor yang penting. Penggunaan bahasa,
yang meliputi pemilihan ragam bahasa, pemilihan kata, penggunaan kalimat
efektif, dan penyusunan paragraph yang bermakna, sangat berpengaruh terhadap
manfaat bahan ajar. Walaupun isi bahan ajar Anda sudah cermat, menggunakan
format yang konsisten, serta dikemas dengan menarik, namun jika bahasa yang
Anda gunakan tidak dimengerti oleh peserta, maka bahan ajar Anda tidak akan
bermakna apa-apa. Penggunaan bahasa menjadi faktor penting, bukan hanya dalam
pengembangan bahan ajar cetak seperti buku kerja peserta, lembar kerja peserta,
tetapi juga dalam pengembangan bahan ajar noncetak, seperti kaset audio, video,
bahan ajar berbasiskan komputer, dan lain-lain.
Ragam Bahasa mengacu pada ragam
bahasa baku atau formal dan ragam bahasa nonformal atau komunikatif. Ragam
bahasa baku banyak digunakan dalam laporan penelitian, karya ilmiah,
surat-surat resmi, buku teks, siaran pers, dan lain-lain. Bahasa baku dapat
dimengerti dengan baik oleh pembacanya, karena sama sekali tidak dipengaruhi
oleh dialek bahasa sehari-hari maupun dialek bahasa daerah. Namun demikian,
tulisan yang menggunakan ragam bahasa baku terkesan sangat kaku, formal dan
cenderung membosankan. Oleh karena itu, ragam bahasa baku jarang digunakan
dalam pengembangan bahan ajar.
Bahan ajar yang baik diharapkan
dapat memotivasi peserta untuk membaca, mengerjakan tugas-tugasnya, serta
menimbulkan rasa ingin tahu peserta untuk melakukan eksplorasi lebih lanjut
tentang topik yang dipelajarinya. Dengan demikian, ragam bahasa yang digunakan
dalam bahan ajar biasanya ragam bahasa nonformal atau bahasa komunikatif yang
lugas dan luwes. Dalam bahasa komunikatif, pembaca diajak untuk berdialog
secara intelektual melalui sapaan, pertanyaan, ajakan, dan penjelasan,
seolah-olah dialog dengan orang kedua itu benar-benar terjadi. Penggunaan
bahasa komunikatif akan membuat peserta merasa seolah-olah berinteraksi (pseudo-interaction)
dengan gurunya sendiri melalui tulisan-tulisan yang disampaikan dalam bahan
ajar.
Ragam bahasa komunikatif yang
sebaiknya digunakan dalam penulisan atau pengembangan bahan ajar sangat
dipengaruhi oleh pemilihan kata serta penggunaan kalimat yang efektif. Walaupun
ragam bahasa komunikatif yang digunakan, hendaknya kaidah bahasa yang baik dan
benar tidak ditinggalkan atau dilanggar. Hal ini sangat perlu sebagai salah
satu persyaratan dari keterbacaan bahan ajar yang ditulis atau dikembangkan.
Kata yang dipilih hendaknya jenis
kata yang singkat dan lugas, bukan kata atau istilah yang asing atau tidak
banyak dikenal peserta. Jika diperlukan pengenalan istilah teknis yang berlaku
dalam bidang ilmu tertentu, maka istilah tersebut perlu diberi batasan yang
jelas. Senarai (daftar kata sukar) dapat membantu memberikan batasan
istilah-istilah teknis. Selain itu, peserta dapat diberi kesempatan untuk
menjelaskan sendiri arti kata-kata tersebut melalui pertanyaan-pertanyaan yang
disiapkan dalam bahan ajar Anda.
Penggunaan kalimat efektif
menekankan perlunya penyampaian informasi dilakukan melalui kalimat positif dan
aktif, dan sedapat mungkin menghindarkan penggunaan kalimat negatif dan pasif.
Kalimat positif dan aktif dipercaya dapat menimbulkan motivasi peserta untuk
melakukan tugas-tugas yang ditetapkan dalam bahan ajar, dan lebih mudah
dimengerti oleh peserta. Sementara itu penggunaan kalimat negatif dan pasif,
kadangkala dapat membingungkan peserta. Di samping itu, kalimat dalam bahan
ajar hendaknya kalimat sederhana, singkat, jelas dan hanya memiliki makna
tunggal untuk setiap kalimat. Kalimat majemuk kadangkala dapat membingungkan
peserta, sehingga perlu di rinci melalui kalimat-kalimat singkat berikutnya.
Selanjutnya, penyusunan paragraph
mempersyaratkan adanya gagasan utama untuk setiap paragraf, serta keterpaduan,
keruntutan dan koherensi antar kalimat dalam sebuah paragraf. Gagasan utama,
yang berbentuk kalimat topik, dapat ditempatkan di bagian awal maupun akhir
paragraf. Gagasan utama dikembangkan atau dijabarkan lebih lanjut dalam
rangkaian kalimat yang berhubungan satu sama lain secara terpadu (kohesif) dan
kompak atau runtut (koheren). Panjang pendek sebuah paragraf tergantung pada
kemampuan penulis dan kebutuhannya. Keruntutan dan kekompakan hubungan antar
kalimat dalam sebuah paragraf (koherensi) sangat penting untuk membuat suatu
paragraf menjadi bermakna. Pada gilirannya, kalimat yang runtut dan kompak akan
memudahkan peserta memahami ide/konsep yang disajikan dalam paragraf tersebut.
5. Perwajahan/Pengemasan
Perwajahan dan atau pengemasan
berperan dalam perancangan atau penataan letak informasi dalam satu halaman
cetak, serta pengemasan dalam paket bahan ajar multimedia. Penataan letak
informasi untuk satu halaman cetak dalam bahan ajar hendaknya mempertimbangkan
beberapa hal berikut:
- Narasi atau teks yang terlalu padat dalam satu
halaman membuat peserta lelah membacanya.
- Bagian kosong (white space) dari satu
halaman sangat diperlukan untuk mendorong peserta mencoret-coret bagian
kosong tersebut dengan rangkuman atau catatan yang dibuat peserta sendiri.
Sediakan bagian kosong secara konsisten dalam halaman-halaman bahan ajar.
- Padukan grafik, poin, dan kalimat-kalimat
pendek, tetapi jangan terus menerus sehingga menjadi membosankan.
- Gunakan sistem paragraf yang tidak rata pada
pinggir kanan, karena paragraf seperti itu lebih mudah dibaca.
- Gunakan grafik atau gambar hanya untuk tujuan
tertentu, jangan gunakan grafik atau gambar jika tidak bermakna.
- Gunakan sistem penomoran yang benar dan
konsisten untuk seluruh bagian bahan ajar.
- Gunakan dan variasikan jenis dan ukuran huruf
untuk menarik perhatian, tetapi jangan terlalu banyak sehingga
membingungkan.
Perwajahan dan pengemasan bahan
ajar juga meliputi penyediaan alat bantu belajar dalam bahan ajar, sehingga
bahan ajar dapat dipelajari peserta secara mandiri (sendiri, atau dengan
teman-teman dalam kelompok). Dalam kasus bahan ajar cetak, alat bantu belajar
terdiri dari tiga kategori, yaitu alat bantu belajar pada bagian pendahuluan,
alat bantu belajar pada uraian informasi per topik, dan alat bantu belajar pada
bagian akhir bahan ajar cetak, sebagai berikut:
Pendahuluan:
v Judul
v Daftar isi
v Peta konsep,
diagram, pemandu awal
v Tujuan
pembelajaran
v Tes awal
Uraian:
v Ringkasan awal
v Pengacuan pada
bagian bahan ajar lain
v Judul bagian
v
Perintah/instruksi
v Signposts
(tanda verbal atau visual di bagian samping teks)
v Rangkuman
Akhir:
v Senarai
(daftar kata sukar)
v Tes akhir
v Indeks
Tidak semua alat bantu belajar
tersebut harus ada dalam satu bahan ajar, artinya Anda dapat memilih alat bantu
belajar yang paling tepat dan paling dibutuhkan untuk melengkapi bahan ajar
Anda. Di samping itu, jika bahan ajar Anda terdiri dari berbagai media
(multimedia), Anda dapat menggunakan alat bantu belajar berupa synopsis
informasi dalam setiap media, peta konsep atau pemandu awal, serta lembar media
yang beraneka warna. Alat bantu belajar ini pada dasarnya diharapkan dapat
membantu peserta untuk lebih mudah memahami isi bahan ajar, mengingat, dan
menguasai bahan ajar tersebut.
6. Ilustrasi
Penggunaan ilustrasi dalam bahan
ajar memiliki ragam manfaat, antara lain membuat bahan ajar menjadi lebih
menarik melalui variasi penampilan. Ilustrasi dapat dibuat sendiri oleh Anda
sebagai pengembang bahan ajar, jika Anda mempunyai keterampilan menggambar yang
baik. Namun, ilustrasi juga dapat dibuatkan oleh perancang grafis atau pelukis,
yang menerjemahkan gambar-gambar yang Anda inginkan ke dalam ilustrasi yang
baik dan tepat. Selain itu, ilustrasi juga dapat diambil dari sumber langsung
(misalnya foto), sumber atau buku lain (misalnya majalah atau ensiklopedia).
Jika ilustrasi diperoleh dari sumber atau buku lain, Anda berkewajiban memberi
penjelasan tentang hal itu dalam bahan ajar yang Anda tulis.
Ilustrasi digunakan untuk
memperjelas pesan atau informasi yang disampaikan. Selain itu, ilustrasi
dimaksudkan untuk memberi variasi bahan ajar sehingga bahan ajar menjadi
menarik, memotivasi, komunikatif, membantu retensi dan pemahaman peserta
terhadap isi pesan.
Ilustrasi yang biasa digunakan
dalam bahan ajar, antara lain daftar atau tabel, diagram, grafik, kartun, foto,
gambar, sketsa, simbol, dan skema.
7. Kelengkapan
Komponen
Idealnya, bahan ajar merupakan
paket multikomponen dalam bentuk multimedia. Paket tersebut mempunyai
sistematika penyampaian dan urutan materi yang baik, meliputi penyampaian
tujuan belajar, memberi bimbingan tentang strategi belajar, menyediakan latihan
yang cukup banyak, memberi saran-saran untuk belajar kepada peserta (pertanyaan
kunci, soal, tugas, kegiatan), serta memberikan soal-soal untuk dikerjakan
sendiri oleh peserta sebagai cara untuk mengukur kemampuan diri sendiri dan
umpan baliknya. Paket bahan ajar dapat bersifat lengkap dalam satu paket, atau
dapat juga dilengkapi dengan sumber informasi lain (dari internet, atau buku
lain), panduan belajar/peserta, serta panduan guru.
Paket bahan ajar memiliki tiga
komponen inti, yaitu komponen utama, komponen pelengkap, dan komponen evaluasi
hasil belajar. Komponen utama berisi informasi atau topik utama yang ingin
disampaikan kepada peserta, atau harus dikuasai peserta. Kebanyakan, bahan ajar
utama berbentuk bahan ajar cetak, misalnya buku teks, buku pelajaran, modul,
dan buku materi pokok yang bersifat moduler
Bahan ajar utama akan menjadi lebih
mudah dipahami oleh peserta jika dilengkapi dengan komponen pelengkap. Komponen
pelengkap ini dapat berupa informasi/topik tambahan yang terintegrasi dengan
bahan ajar utama, atau informasi/topik pengayaan wawasan peserta.
Komponen pelengkap
biasanya terdiri dari bahan pendukung cetak (materi pengayaan, bacaan, jadwal,
silabus, peta materi, kliping kasus), bahan pendukung noncetak (perluasan
wawasan materi dalam media noncetak, peta materi dalam bentuk program komputer,
video, kaset, web suplemen, simulasi komputer, kit), panduan peserta (peta
materi, petunjuk belajar, latihan dan tugas, tips, kata-kata sukar, pemilahan
materi), panduan guru (peta materi, petunjuk bagi guru, konsep inti topik atau
pokok bahasan, latihan dan tugas, rangkuman materi) dan lain-lain yang
diperlukan peserta untuk mempelajari suatu topik, yang disajikan melalui
beragam media, secara moduler Komponen evaluasi hasil belajar terdiri dari
perangkat soal/butir tes. Komponen evaluasi hasil belajar ini nantinya akan
terpisahkan dari komponen utama dan komponen pelengkap.